Pagi itu sangat menyesakkan batin. Mata pun layu mengahru biru. Ingin
rasanya berlari tak tentu arah dan berteriak tak adil. Hujan pun mulai turun
dari tetesan pertamanya menjadi baitan tetes yang sangat deras. Masih merenung
dan air matapun tak sanggup di bendung.
Hanya teringat oleh foto dan kata-kata sesorang tadi malam.
“kriiiiiiiiinggg...kriiinggggg” terdengar suara handphoneku berbunyi
keras. Seraya aku melihat siapakah gerangan yang telopon saat hati ini gundah
gelisah batinku menggila. Dari Arya teman kampusku, aku mengusap air mataku dan
kemmudian mengangkat telepon itu.
“ halo ya ada apa? “ suaraku begitu berat saking lamanya aku menangis.
“emh, kenapa lo put, kok suara lo agaknya berat gitu habis nangis ya?”
“siapa juga yang nangis gue lagi sakit tenggorokan kalik.” Aku
terpaksa berbohong karena aku tidak mau dianggap lemah. “ ohhh, kirain lo
nangis, eh iya nanti malem dateng ke kampus ya ada acara temu mahasiswa untuk
mempererat persahabatan antar mahasiswa.”
“ iya deh nanti gampanglah, gue lagi males kemana mana soalnya tapi
gue sahain deh berangkat.”
“oke sip pokoknya lo harus bisa acaranya pasti seru” arya spontan
seneng banget ngedengernya. Aku sih mengiyakan saja biar seneng lah teman ku
ini. Kemudian Arya menutup teleponnya. Dan aku membanting tubuhku ke tempat
tidur. Menghela napas dan sejenak berpikir tentang tawaran Arya tadi. Arya ini
adalah temanku yang selalu ada dimanapun aku berada dan selalu mengerti
perasaanku. Orangnya lumayan ganteng, pinter, dan selalu aktif diberbagai kegiatan
kampus. Tak kaget lah kalo banyak cewek yang naksir sama si Arya. Tapi anehnya
dia itu gak punya pacar. Aku selalu bertanya kenapa dia tak punya pacar.
Jawabannya sih katanya dia bingung mau milih yang mana soalnya banyak cewek
yang suka. Hah, orangnya itu memang PD sekali.
“berangkat, enggak, berangkat, enggak, berangkat.” Yaa berangakat aja
kali yaa pikirku daripada aku nangis lagi di rumah. Kemudian aku beranjak dari
tempat tidurku keluar dari kamar. Aku melihat isi kulkasku ternyata tak ada
apa-apa di dalamnnya. Ternyata bibi lagi belanja di pasar ntuk membeli
persediaan makanan dirumah. Lemes banget rasanya, menangis dari tadi malam
sampe gak tidur membuatku begitu sangat lapar. Aku meneruskan langkahku ke meja
makan dan disana sudah ada 3 potong sandwich yang dibuat bibi sebelum berangkat
belanja.
Aku duduk dan memakan dengan lahap sandwich itu. Ketika sedang
lahapnya mengunyah maknan tersebut bel pintu berbunyi. Siapa sih yang dateng,
ganggu orang makan aja batinku. Ku tinggalkan sandwichku dan berjalan menuju
depan untuk membukakan pintu.
“hai put?” suara terdengar dari mulut orang itu. “ hai juga.” aku
tersontak kaget ternyata alvin yang dateng. Hatiku terasa miris melihatnya,
jantungku berdegup kencang emosi memnuncak.
“mau apa lo datang kemari. Belum puas kamu membuat hatiku hancur tadi
malam” emosiku memuncak dan rasanya ingin menangis.
“dengerin gue dulu put.”
“gak perlu, gue gak butuh kata kata loe, pergi dari rumah gue.” Air
mata pun jatuh lagi membasahi pipi. Kemudian ku menutup pintu dan ambruk di
sofa menagis meluapkan segalanya. Di luar aku masih sempat mendengar suaranya
sebelum ia pergi.
“aku sayang sama lo put, aku maih menunggumu, aku akan jelasin
semuanya” suara tersebut kemudian hilang.
Aku kecewa sakit karenanya ternyata selama ini yang ku dengar dari
gosip itu benar. Alvin yang ku cintai selingkuh dengan teman sekelas di kampus.
Aku sama sekali tidak pernah menyangka. Aku kira hanya orang yang syirik
menyebarkan gosip itu. Tapi tadi malam aku melihatnya sendiri dia berkencan
dengan amira. Dan mereka bergandengan tangan di taman itu. Di saat itu
perasaanku bagai lautan api yang berkecauk merajalela. Rasanya hancur
berkeping-keping tak berbentuk.
0 komentar:
Posting Komentar